Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), merupakan tumbuhan asli Indonesia. Indonesia kaya akan tumbuhan obat khususnya jenis temu – temuan. Dari sekitar 70 jenis Curcurma yang tersebar di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara sampai Australia Utara, tidak kurang dari 20 jenis tumbuh di Indonesia. Rimpang temulawak merupakan rimpang yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisoanal.
Temulawak diketahui mengandung zat – zat yang dipercaya oleh nenek moyang untuk memperlancar fungsi tubuh, seperti menambah nafsu makan, melancarkan sekresi air susu ibu, memperlancar kencing, memperlancar haid dan lain lain. Di samping itu, bahan ini dianggap dapat menggobati bermacam-macam jenis penyakit seperti: malaria, gangguan hati dan sakit kuning, pegal – pegal, sembelit, demam, sakit perut, gatal – gatal, sariawan dan sebagainya.
Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa.
Komponen – komponen yang terkandung dalam temulawak dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu minyak atsiri dan golongan kurkuminoid. Minyak atsiri atau minyak menguap merupakan komponen dalam temulawak yang memberikan bau karateristik, sedangkan kurkuminuid terdiri dari beberapa zat warna kuning.
Beberapa penelitian mengidentifikasi kandungan kimia minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temulawak. Itokawa (1985) melaporkan adanya empat senyawa seskuiterpenoid bisabolan yaitu: α-kurkumen, ar-turmeron, β-atlanto dan xantorizol. Selanjutnya dibuktikan bahwa ketiga senyawa tersebut yaitu : α-kurkumen, ar-turmeron dan xantorizol, mempunyai khasiat anti-tumor.
Khasiat temulawak sebagai obat telah banyak dilaporkan, misalnya obat sakit perut, ginjal (Lin, dkk, 1996; Yasni S, dkk, 1994); antitumor (Itokawa H, dkk, 1985); anti oksidan, anti inflamantasi anti HIV, anti kanker prostat (Itokawa H, dkk, 2008) dan anti-inflamantasi (Ozaki Y, 1990). Shin-ichi Uehara telah melakukan penelitian terhadap tumbuhan temulawak dimana mereka telah menemukan 2 (dua) senyawa yang di peroleh dengan metode kromatografi (Uehara,S, dkk., 1986). Literatur juga telah melaporkan aktivitas antibakteri dari ekstrak temulawak (Sylviana, dkk, 2009) dan juga temulawak memiliki aktivitas anti jamur dan antibiotik (Rukayadi, dkk, 2006).
0 comments
Post a Comment